Jumat, 09 November 2007

kenshi himura heart of sword

Hitori de wa, tooi ashita woYoake no mama de,
koesou de
Butsukatteika Sanzan sugite doryoku no ato moNaku naru kekka,
only no tsuna watari
Yaru dake son suru yona, mainichi waSha ni kamaeteta hou koso, raku ni naru

Atsukute, tsurai jibun wo kakushite, mijikai toki wo ikiteru

Hitori de wa, tooi ashita woYoake no mama de, koesou de
Hottokeba, hashiru omoi yoYume mo mata, sure chigai

Kanpeki to chau, jinsei no shuushiPuramai zero da nanteba honto ka na?
Shinu made ni tsukaikiru, un no kazuSemete, jibun de dashiire wo sasete
Wakacchainai, kimi nara dou ni demo, rikutsu wo kaete ii noni
Nando kimi ni, ketsu mazuitemoModottekichau, aijou ni
Shinjikaneru, utaretsuyosa yoKonya mo, soutou nemurenai
Nando nankai, kurikaeshitemoModottekichau, ai dakara

Butsukatteiku, kesunu omoi woSemeru hou ga, suji chigai

Hitori de wa, tooi ashita woYoake no mama de koeteyuku
Aishou yori mo, fukai futari waSure chigatte kamawanaiya kokeru omoi yoKonya mo mata, sure chigai

osteoporosis

Osteoporosis ialah sejenis penyakit tulang yang dicirikan oleh pengurangan ketumpatan mineral tulang, gangguan mikroarkitektur tulang, dan perubahan jumlah serta jenis protein bukan kolagen di dalam tulang. Tulang osteoporosis lebih mudah patah. Sebab utama osteoporosis berlaku ialah kekurangan kalsium.
Osteoporosis ditakrifkan oleh Pertubuhan Kesihatan Dunia (WHO) sebagai:
ketumpatan mineral tulang 2.5 sisihan piawai di bawah puncak jirim tulang (purata orang sihat jantina sepadan berumur 20 tahun) sebagaimana yang diukur oleh DXA; atau
fraktur kerapuhan.
Sedangkan rawatan semakin boleh didapati (umpamanya bisfosfonat), pencegahan masih dianggap sebagai cara yang paling penting untuk mengurangkan kejadian tulang patah. Disebabkan oleh komponen hormon, lebih banyak orang wanita, khususnya selepas putus haid, menghidapi osteoporosis berbanding dengan orang lelaki. Tambahan pula, osteoporosis boleh diakibatkan oleh berbagai-bagai keadaan hormon, serta merokok, dan ubat (khususnya glukokortikoid).
Diperolehi daripada "http://ms.wikipedia.org/wiki/Osteoporosis"

orang pintar

Tetanus
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
Daftar isi[sembunyikan]
1 Patogenesis dan Patofisiologi
2 Pengobatan
3 Prognosis
4 Pencegahan
5 Pranala luar
//

[sunting] Patogenesis dan Patofisiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

[sunting] Pengobatan
Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut.
Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.
Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran, dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.
Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.

[sunting] Prognosis
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biaanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.

[sunting] Pencegahan
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster
Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut
Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan vaksinasi
Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.

[sunting] Pranala luar
(id) Tetanus
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus"

Sabtu, 03 November 2007

Jumat, 02 November 2007

hahah
mulai bosan kan..
ada seseorang yang membuat aku merasa dejavu?!
ya dejavu namanya die.
tp aku tak tahu..
pa ini benar

cerita islam

Masa Lalu Hubungan Islam-Barat dan Prospeknya
31-August-2004
Oleh Abd Rohim Ghazali *1
“Ketika kita mencermati keseluruhan sisi konfrontasi antara Islam dan Kristen pada Abad pertengahan, menjadi jelas buat kita bahwa pengaruh Islam atas dunia Kristen Eropa lebih besar ketimbang yang selama ini kita sadari. Bersama-sama Islam, Eropa barat tidak saja menikmati produk-produk material dan temuan-temuan teknologi: Islam bukan saja mendorong tumbuhnya intelektualisme Eropa, dalam lapangan-lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Di samping itu Islam telah mendorong Eropa untuk membentuk citra baru mengenai dirinya sendiri” (W. Montgomery Watt).2
“Walaupun mempunyai akar teologis yang sama dan terjadi interaksi selama berabad-abad, hubungan Islam dengan Barat seringkali ditandai dengan saling tidak tahu, saling memberi stereotype, menghina dan konflik” (John L. Esposito).3
Pengantar
DUA pendapat “Islamisist” --sebutan untuk intelektual Barat ahli Islam yang positif dalam melihat Islam-- yang dikutipkan di atas mencerminkan dua hal. Pertama, bahwa hubungan Islam dengan Barat telah melahirkan pengaruh yang positif dan sangat konstruktif bagi perkembangan peradaban Barat. Kedua, meskipun secara faktual, hubungan Islam-Barat berdampak positif, toh hubungan antara keduanya, tetap (seringkali) melahirkan prasangka-prasagka negatif. Dan, kondisi ini tampaknya akan terus berlanjut hingga sekarang.
Tulisan ini, sengaja dibuat untuk memberikan perspektif hubungan Islam-Barat, dengan merujuk pada fakta-fakta historis masa lalu, untuk dijadikan pijakan obyektif (tidak sekadar spekulatif) dalam melihat prospek hubungan Islam-Barat selanjutnya.
Namun, sebelum membahas lebih lanjut hubungan Islam-Barat, perlu dijernihkan terlebih dahulu apa makna “Barat” dalam tulisan ini. Dalam banyak kasus, kata “Barat” acapkali memiliki makna yang rancu: apakah merupakan representasi penduduk bumi yang secara geografis berada di wilayah Barat, atau ada yang lain? Kalau yang dimaksud adalah wilayah Barat, barangkali hanya valid dirujuk hingga zaman renaissance, dalam arti merepresentasikan penduduk bumi yang berada di wilayah Eropa “Barat”. Karena pada babakan selanjutnya, secara politik, konotasi Barat juga merujuk pada wilayah “negara-negara Utara”.4 Dan, belakangan, setelah runtuhnya tembok Berlin yang diikuti dengan bangkrutnya negara-negara komunis, konotasi Barat pun semakin meluas hingga ke Eropa Timur.
Yang jelas, makna “Barat” dalam tulisan ini tentu bukan dalam arti denotatif dalam pengertian Barat sebagai lawan dari Timur. “Barat” dalam tulisan ini bermakna konotatif yang, karena dihadapkan dengan kata “Islam”, secara historis lebih ditujukan pada “non-Islam” terutama Kristen, Yahudi, dan Zoroaster.
Jika pijakan makna “Barat” berarti non-Islam, masa lalu hubungan Islam-Barat, bisa dilihat akar-akarnya sejak kemunculan Islam yang paling dini, bahkan sejak masa Rasulullah SAW. Keharmonisan atau ketegangan hubungan yang terjadi antara para pengikut Rasulullah dengan para pemeluk Yahudi di Madinah misalnya, bisa disebut sebagai rujukan paling awal sejarah hubungan Islam dan non-Islam di muka bumi.
Sejatinya, antara Kristen, Yahudi, dan Islam, memiliki hubungan ideologi dan teologi yang dekat. Ketiganya percaya pada Tuhan yang satu. Mereka juga percaya pada kematian dan hidup di bumi hanya sementara dan bahwa ada pembalasan atas segala perbuatan di alam baka nanti. Al-Quran berulangkali menyebut kaum Kristen dan Yahudi sebagai “Ahli Kitab”, bahwa kitab asli mereka berasal dari Tuhan. Sebenarnya, bagi Islam, nabi-nabi Yahudi dan Kristen juga merupakan nabi-nabi Islam.Islam bahkan mengakui ikatan keluarga dengan Yahudi: Yahudi mengklaim sebagai keturuhan Ibrahim dari putranya Ishaq, sementara bangsa Arab mengaku sebagai keturunan dari putra Ibrahim yang lain, Ismail.5
Pesan-pesan Al-Quran bahwa Kristen dan Yahudi sebagai “ahli kitab” yang juga membawa aspirasi Islam sebagai agama yang sudah dibawa oleh nabi-nabi sebelum Muhammad SAW, merupakan landasan teologis yang akan memberi corak tersendiri dalam babakan hubungan Islam-Barat, terutama pada abad pertengahan.
Oleh karena itu, kiranya perlu dicatat bahwa pengertian “Barat” yang konotatif seperti dijelaskan di atas tidak bisa dilihat sepenuhnya secara linier, karena dalam banyak kasus, terutama ketegangan-ketegangan yang dipicu oleh kepentingan politik, tak sedikit pula “non-Islam” yang berada di pihak Islam. Contoh yang paling gamblang adalah ketegangan antara Arab dan Israel di kawasan Timur Tengah. Pihak Arab yang diidentikkan dengan kepentingan Islam didukung juga oleh sebagian pemeluk Kristen khususnya di wilayah Palestina.
Keharmonisan Islam-Barat
Dalam kurun waktu yang panjang, hubungan antara Islam dan Barat diwarnai pasang surut. Pada abad pertengahan, sebelum pecah Perang Salib, hubungan Islam-Barat, boleh dikatakan harmonis (tidak menunjukkan ketegangan yang berarti). Kehadiran Islam di negara-negara Eropa, meskipun diawali dengan invasi militer, tidak lantas menghasilkan ketegangan-ketegangan yang berkepanjangan. Yang terjadi kemudian adalah bentuk-bentuk interaksi yang produktif dalam bidang perekonomian (perdagangan), teknologi, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Hal ini terjadi karena motif-motif ekspansi Arab (Islam) --sebagai salah satu bentuk implementasi doktrin jihad--tidak selamanya untuk pemindahan agama, tapi juga untuk memperluas daerah pendudukan. Penduduk wilayah-wilayah yang berhasil ditaklukkan, tetap diberi kebebasan untuk memeluk agama aslinya, dengan status sebagai orang-orang yang dilindungi. Dalam istilah bahasa Arab, mereka secara kolektif disebut ahl al-dhimma, dan secara individual disebut dhimmi. Suatu kesatuan ahl al-dhimma terdiri dari satu golongan yang menganut agama yang sama dengan otonomi internal di bawah pemimpin agama mereka sendiri seperti uskup atau pendeta.6
Sebagaimana disinggung dalam pengantar, hubungan harmonis Islam-Barat, antara lain dipengaruhi karena faktor teologis, yakni adanya konsep “ahli kitab” yang terdiri dari pemeluk Kristen dan Yahudi sebagaimana yang diuraikan dalam beberapa ayat Al-Quran. Implementasi hubungan harmonis Islam-Ahli Kitab ini, pada babakan sejarah yang paling dini, dilukiskan dalam kesepakatan-kesepakatan “Piagam Madinah” yang antara lain diikrarkan, “Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka”; “bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula. Antara mereka harus ada tolong menolong dalam menghadapi pihak yang hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.”7
Hubungan harmonis Islam-Yahudi --meskipun kadangkala diwarnai interupsi akibat pengkhianatan salah satu pihak--berlanjut hingga abad pertengahan. Sebagaimana dicatat oleh Fazlur Rahman, di Baghdad dan Spanyol, kerjasama Islam dengan Barat (Yahudi) berlangsung secara sangat sistematis dan kreatif. Filosof dan tabib Yahudi abad kesebelas di Baghdad, Abu ‘l-Barakat, adalah seorang mualaf yang memperoleh kemasyhuran dan kedudukan tinggi di istana semasa masih memeluk agama Yahudi. Di Spanyol, kerjasama Islam-Barat telah melahirkan perkembangan ilmu pengetahuan yang tinggi, yang pada gilirannya amat berpengaruh bagi kebangkitan kembali (renaissance) Eropa.8
Dua filosof Yahudi, Ibnu Gabirol dan Moses Maimonides mencapai puncak karir mereka di Spanyol pada abad kesebelas dan duabelas. Keduanya menulis karya-karya bermutu tinggi -dalam bahasa Arab--dan sangat berpengaruh bagi perkembangan filsafat Kristen Barat zaman pertengahan. Guide of the Perplexed (Bimbingan Mereka yang Kehilangan Arah) adalah di antara karya Maimonides yang termasyhur dan sangat berpengaruh bagi filsafat Kristen zaman Pertengahan. Maimonides akhirnya menetap di Mesir dan menjadi tabib istana Salahuddin al-Ayyubi (Sultan Saladin). Lawan Salahuddin dalam Perang Salib, Richard “the Lion Heart” (Richard Si Hati Singa) berusaha membujuk Maimonides agar mau menetap di Inggris, namun ia tetap menolak. Hal ini bisa dipahami karena Inggris pada masa itu tidak memiliki khazanah intelektual yang bisa menarik hati ilmuan sekaliber Maimonides.9
Disebabkan pengalaman yang mengesankan ini, sejarah Yahudi di Spanyol ini diakui sebagai “zaman keemasan” dari sejarah mereka. Hubungan harmonis ini pun menjadi kenangan manis bagi Perdana Menteri Inggris keturunan Yahudi, Benyamin Disraeli (1868; 1874-1880). Ketika menulis tentang kaum muslimin, ia menggunakan kata ganti “kami” atau “kita”. Hal ini bisa dipahami karena antara Islam dan Yahudi ada rasa senasib sepenanggungan. Apalagi ketika Islam tak lagi berkuasa, mereka dipaksa memeluk Kristen dan mengalami Pengadilan Agama Kristen (Inquisition).10 Pasca pendudukan Palestina oleh Yahudi Israel, hal yang sebaliknya terjadi, Kristen dan Islam bekerjasama dan bergabung dalam PLO --organisasi pembebasan Palestina--menghadapi kekejaman Yahudi. Di luar PLO, di daerah pendudukan Tepi Barat dan Gaza, terdapat pula kerjasama Islam-Kristen, meskipun ada juga yang berjuang sendiri-sendiri.11
Era hubungan harmonis Islam-Barat di Spanyol ini, seperti banyak diketahui, telah melahirkan karya-karya besar dalam bidang fildafat dan ilmu pengetahuan. Umat Islam menyebut masa itu sebagai zaman keemasan (the golden era). Selama periode ini, astronomi, geografi, dan filsafat Islam sangat berpengaruh di Barat. Sejumlah kata yang dimasukkan dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa-bahasa Islam (Arab dan Persia) seperti alchemy, alcohol, algebra, alkali, cipher, elixir, nadir, orange, pyjama, sherbet, sherrif, sherry, sugar, zenith, dan zero.12
Ketegangan Islam-Barat
Invasi kerajaan Islam yang berlangsung begitu cepat di wilayah Eropa -terutama Spanyol, Italia, Sisilia, dan Mediterania, yang disertai perkembangan pesat peradaban Islam--menimbulkan bahaya langsung di pihak Kristen di seluruh dunia, baik secara teologis maupun politis. Seperti yang diamati oleh Maxim Rodinson, “kaum Muslim merupakan ancaman terhadap Kristen Barat jauh sebelum mererka sendiri jadi masalah.”13
Persamaan teologis yang ada antara Kristen, Yahudi (Yudaisme), dan Islam bisa berwajah ganda: satu sisi bisa menjadi pendorong integrasi, tapi di sisi lain bisa menimbulkan benturan-benturan, karena masing-masing dari mereka saling mengklaim bahwa agamanyalah yang paling benar di hadapan Tuhan, sementara yang lainnya sudah mengalami penyelewengan.
Ketegangan yang paling menonjol dan mempunyai dampak yang berlarut-larut bagi hubungan Islam-Barat adalah Perang Salib. Bagi kaum Muslim misalnya, kenangan mengenai Perang Salib itu tetap hidup dan menjadi representasi Kristen militan yang menendai awal agresi dan imperialisme Barat Kristen, kenangan yang hidup akan permusuhan awal Kristen terhadap Islam.14
Perang Salib (Crusades), yang namanya diambil dari “Cross” (Crux dalam bahasa Latin), merupakan delapan ekspedisi militer yang terjadi sejak abad kesebelas hingga tigabelas yang membuat orang-orang Kristen (tentara Kristen Franks) melawan Islam (tentara Muslim Saracens)15. Perang ini telah meninggalkan luka dan dendam sejarah berkepanjangan.
Luka yang kemudian diperparah oleh situasi konflik di kawasan Timur Tengah. Dalam pertikaian antara negara-negara Arab melawan Israel pada tahun 1968, Barat secara kasatmata memberikan dukungan terhadap Israel, suatu langkah yang semakin menumbuhkan kebencian Arab (Islam) terhadap Barat.
Dalam konflik Israel-Palestina, Amerika dan sekutu-sekutunya yang sebagian besar negara Barat, cenderung memperlakukan Palestina secara tidak adil. Politik standar ganda Amerika, di satu sisi secara gigih menyuarakan demokrasi dan penegakkan hak-hak asasi manusia (HAM), tapi di sisi lain memberi dukungan agresi Israel terdapa Palestina, telah memunculkan kebencian di negara-negara Islam. Kebencian ini tak jarang diekspresikan dengan tindakan anarkis, atau bahkan teror dan ancaman gangguan keamanan terhadap kepentingan AS dan negara Barat lain.
Artinya, tindakan teror tersebut, kalaulah benar pelakunya adalah para militan Islam, pada hakikatnya tidak terkait dengan doktrin Islam, melainkan lebih karena dampak dari kebijakan politik global yang diwakili AS dan sekutunya yang tidak adil. Dominasi negara adikuasa yang tak terkontrol dan mengabaikan hukum internasional telah berdampak pada lahirnya mekanisme kontrol yang inkonvensional, antara lain dalam bentuk kekerasan dan teror.
Kesimpulan itu sejalan dengan pendapat ilmuwan kelahiran Norwegia yang banyak mendapatkan penghargaan di bidang kemanusiaan dan perdamaian, Johan Galtung. Meskipun dunia saat ini ditandai dengan munculnya aliran-aliran fundamentalisme, namun, menurut Galtung, teror-teror dan kekerasan yang menonjol belakangan, -seperti Teror 11 September 2001 dan lain-lain--terkait dengan globalisasi atau kebijakan luar negeri AS. Dibandingkan serangan yang dilakukan teroris, kata Galtung, terorisme negara yang dilakukan AS jauh lebih berbahaya karena menggabungkan fundamentalisme agama dan fundamentalisme pasar. Serangan AS terhadap Afghanistan memenuhi kriteria tindakan teroris. Akan halnya teror Bali, Galtung melihat kemungkinan terkait dengan fundamentalisme agama, tapi, kata dia, belum tentu pelakunya fundamentalis Islam.16
Di sisi lain, masih banyak juga kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa sampai saat ini Perang Salib belum berakhir. Perang yang dilakukan negara-negara Barat melawan Irak, kekerasan yang dilakukan pada kaum muslim di Bosnia dan Chechnya, penerapan sanksi terhadap Libya, memberikan kesan yang kuat pada umat Islam bahwa Perang Salib masih berlangsung.
Dengan dalih bahwa Amerika adalah musuh Islam, Osama bin Laden, dalam pidatonya yang disiarkan al-Jazira Minggu malam (7 Oktober 2001), menyatakan syukur alhamdulillah atas tindakan teror yang meluluhlantakkan menara kembar World Trade Center (WTC) di Manhattan. “Amerika telah diserang Allah pada titik terlemahnya,” kata Osama.
Namun demikian, menurut Osama, apa yang Amerika rasakan sekarang (setelah peristiwa 11 September 2001), tidaklah berarti dibandingkan dengan apa yang dirasakan umat Islam selama bertahun-tahun. Bangsa-bangsa Islam masih merasakan penghinaan dan keperihan selama 80 tahun lamanya. Putra-putri mereka dibunuh, darahnya ditumpahkan, pemukimannya diserang, dengan tanpa seorang pun mendengarnya, tak seorang pun memperhatikannya. Jutaan anak di Irak, Pelestina, Bosnia, Chechnya, dan lain-lain dibunuh tanpa dosa. Tank-tank Israel yang didukung AS mencaplok Palestina -di Jenin, Ramallah, Rafah, Bait Jalla, dan tempat-tempat lainnya di wilayah Isalam.17
Karena itu, Presiden AS, George Walker Bush, pun -entah disengaja atau tidak, atau lantaran merespon pernyataan Osama--menyatakan bahwa perang melawan teroris merupakan crusades (Perang Salib).
Pandangan serta sentimen negatif antara kedua pihak menyebabkan rasa permusuhan yang terpendam. Implikasi dari kondisi semacam ini akan melahirkan prasangka buruk yang sering menjadi hambatan bagi perbaikan hubungan di antara keduanya.
Meskipun agama Islam menurut Al-Quran mengajarkan tentang dirinya sebagai kelanjutan dan perkembangan agama Kristen, kaum Kristen tidak dapat menerima, dan tetap memandang Islam sebagai agama baru dan tampil sebagai tantangan kepada Kristen. Demikian juga sbaliknya, meskipun Kristen -juga Yahudi--disebut dalam Al-Quran sebagai “Ahli Kitab” yang memeluk agama nabi-nabi terdahulu, umat Islam menganggap kedua agama itu telah diselewengkan dan sudah jauh dari perspektif agama yang hanif sebagaimana disebutkan Al-Quran.
Prospek Hubungan Islam-Barat
Sejatinya, ketika Islam berada dalam masa-masa keemasan pada abad ke-8, populasi Islam dan Kristen Eropa relatif seimbang, masing-masing memiliki sekitar 30 juta penduduk. Bahkan kota-kota di negara Islam saat itu menjadi pusat perekonomian dunia. Waktu itu ada sekitar tigabelas kota Islam dengan lebih dari 50.000 penduduknya, termasuk Iskandaria, Bagdad, Kairo dan Mekah. Sedangkan benua Eropa yang relatif maju hanyalah di wilayah Barat, dan itupun mereka cuma punya kota Roma.
Tak lama setelah Perang Salib berlalu, Eropa sekali lagi harus berhadapan dengan ancaman kekuatan kaum Muslim yang berupa kerajaan Utsmaniyah. Kerajaan ini merupakan salah satu di antara tiga kesultanan besar Muslim abad pertengahan: Utsmaniyah, Safawiyah di Iran, dan Mogul di India.
Setelah merebut Konstantinopel pada tahun 1453, Utsmaniyah mulai membangun negara besar yang benar-bernar terorganisasi, hierarkis, dan efisien. Ibukota negaranya, Istambul, berpenduduk kurang lebioh 700.000, dua kali lebih besar dari penduduk negara lawan, Eropa. Istambul menjadi pusat kekuasaan dan kebudayaan internasional.
Dari Konstantinopel, kerajaan Utsmaniyah terus bergerak menyempurnakan ekspansi atas wilayah Balkan. Dalam setengah abad kemudian Ustmaniyah telah menguasai Yunani, Bosnia, Herzegovina, dan Albania. Kesuksesan Utsmaniyah ini tak lepas dari dukungan politik dari budak-budak kewargaan Bizantium, dan tokoh-tokoh Kristen yang tergabung dalam tugas kemiliteran dan administrasi imperium Ustmaniyah. Kerajaan Ustmaniyah juga melindungi Gereja Ortodoks Yunani dengan konsesi mendapatkan dukungan ndari masyarakat Balkan.18
Sayangnya, dalam perjalanan abad-abad berikutnya, disebabkan karena kekalahan dan kehancuran pusat-pusat peradaban Islam, Eropa kembali mendominasi seraya mengembangkan teknologi seperti alat pembajakan modern bagi tekstur tanah yang keras hutan-hutan kawasan Utara benua itu. Jumlah penduduknya pun tumbuh pesat setelah abad ke-10, hingga mencapai sekitar 100 juta pada awal abad ke-17.
Sementara di wilayah Islam, telah terjadi fenomena sebaliknya. Secara geografis, mereka dibatasi dan dikelilingi oleh kegersangan dan keterbatasan sumber daya alam, seperti hutan untuk kebutuhan akan kayu. Jumlah populasi Islam tidak mengalami perkembangan yang berarti hingga berabad-abad. Pada saat Barat mengalami kemajuan tajam pada akhir abad ke-19 dengan kemajuan revolusi industri dan teknologi yang dijalankannya, kawasan Islam masih belum beranjak dari derita keterbelakangannya.
Ada yang berpendapat bahwa awal mula kesulitan yang melilit masyarakat Islam untuk berkembang adalah dikarenakan Islam tidak dilibatkan dalam membangun rute perjalanan laut Afrika hingga Asia, khususnya oleh pelayar Portugis Vasco da Gama, pada akhir abad le-15. Waktu itu da Gama berupaya menyatukan Eropa dan Asia melalui perdagangan lewat jalur samudera yang seluruhnya mengambil jalan pintas rute-rute Jalur Sutera dan Laut Merah Asia Tengah serta Timur Tengah.
Kesulitan semakin mencekik setelah usaha kontrol yang dilakukan Islam terhadap perdagangan samudera Hindia akhirnya jatuh juga pada kekuasaan angkatan laut Eropa yang tangguh. Dan upaya perbaikan perdagangan pada saat yang sama yang dilakukan Islam atas Terusan Suez melalui Laut Merah pada 1869 sudah sangat terlambat. Eropa saat itu telah menang dan akan terus mengontrol Terusan Suez dan perdagangan-perdagangan jalur laut serupa melalui pendudukan militer dan kontrol finansial.
Pada akhir abad ke-19, saat keruntuhan akhir Kerajaan Utsmaniyah di Turki, Eropa memiliki sumber daya alam yang relatif melimpah: batubara, gas-air, kayu, dan biji besi. Sedangkan negara-negara Islam hanya memiliki sedikit dari stok kebutuhan abad ke-19 tersebut untuk menyokong industrialisasi. Sementara penemuan ladang-ladang minyak di negara-negara Islam baru dieksplorasi setelah Eropa telah menggenggam kontrol kolonial. Maka tak perlu disesali jika pada abad ke-20 negara-negara Islam telah kehilangan kontrol atas rute-rute perdagangan, komoditas-komoditas primer seperti minyak, dan bahkan kedaulatan mereka sendiri di banyak wilayah. Negara-negara Islam secara sempurna berada di bawah kontrol Barat.
Kekalahan politik umat Islam yang berdampak pada hubungan Islam-Barat yang tak seimbang, telah mendatangkan blessing in disguise (rahmat terselubung) berupas tumbuhnya kesadaran untuk kembali mengembangkan agamanya melalui pengembangan budaya dan ilmu pengetahun. Maka belakangan ini telah muncul pusat-pusat Islam di berbagai negara-negara Barat.
Pusat-pusat Islam, ditambah migrasi sejumlah kaum Muslim ke negara-negara Barat, dalam beberapa tahun terakhir, telah mendorong tumbuhnya populasi Islam di berbagai negara Eropa sehingga Islam sudah berkembang menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen dan menjadi agama dengan kemungkinan perkembangan terbesar. Di negeri Belanda yang berpenduduk sekitar 15 juta jiwa, misalnya, dalam waktu 10 tahun ke depan diperkirakan jumlah kaum Muslim sudah akan menyamai jumlah penganut agama Kristen.
Perkembangan positif dari populasi Islam ini, telah memunculkan upaya-upaya dialog yang konstruktif antara Islam dan Barat. Di negara-negara Eropa, dan juga di Amerika, dialog antara Islam dan Barat terus bergulir dalam berbagai format. Substansinya tetap, mencari titik-titik temu di antara dua peradaban besar itu, agar para pendukungnya dapat terus bergandengan tangan dan bekerja sama untuk meraih masa depan yang lebih cemerlang.
Baik Islam maupun Barat tampaknya sudah menyadari bahwa ekspansi militer, sebagaimana yang dilakukan imperium Islam pada abad pertengahan, dan oleh Barat terhadap negeri-negeri Muslim pada abad ke-19 dan ke-20, telah mewariskan dendam kesumat yang berkepanjangan. Dan, bangsa-bangsa Barat sekarang ini, tentunya tak mau negeri-negeri mereka yang makmur kembali bersimbah darah gara-gara perang bernuansa ras dan agama, seperti yang kini masih terjadi di berbagai tempat lain di dunia, termasuk di Indonesia.
Untuk mencegah meluasnya kemungkinan buruk itu, sekarang ini telah bermunculan lembaga-lembaga di luar sektor negara yang bertujuan mebangun dialog antar-peradaban. Di Indonesia misalnya, lembaga-lembaga seperti International Center for Islam and Pluralism (ICIP), Indonesian Conference of Religious and Peace (ICRP), Masyarakat Dialog Antar Agama (MADIA), Dialog Antar Iman (DIAN), Center for Moderate Muslim (CMM), dan Maarif Institute for Culture and Humanity, yang masing-masing berupaya mengambangkan pemahaman dan peradaban Islam yang ramah dan toleran, diharapkan ikut memberi andil yang signifikan dalam membangun kehidupan bersama yang damai, termasuk dalam hal hubungan Islam dan Barat. Wallahu a’lam!
1*Alumnus S-2 Ilmu Politik UI, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah PP Muhammadiyah, Direktur Eksekutif MAARIF Institute for Culture and Humanity,
2 W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama-MISSI, 1995, hal. 125
3 John L. Esposito, Ancaman Islam Mitos Atau Realitas, Bandung: Mizan, 1994, hal. 35
4 “Negara-negara Utara” merupakan representasi negara-negara maju yang sering disebut juga dengan istilah “negara Barat”. Istilah “negara-negara Utara” dikontraskan dengan “negara-negara Selatan” yang umumnya masih dalam kategori negara-negara dunia ketiga yang masih berkembang.
5 Akbar S, Ahmed, Living Islam: Tamasya Budaya Menyusuri Samarkand hingga Atornoway, Bandung: Mizan, 1997, hal. 45-46
6 Baca, W. Montgomery Watt, Op.cit, hal. 9-10
7 Hamid Basyaib, “Perspektif Sejarah Hubungan Islam dan Yahudi”, dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (eds), Passing Over: Melintas Batas Agama, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama-Yayasan Wakaf Paramadina, 1998, hal. 344
8 Baca, Fazlur Rahman, “Sikap Islam Terhadap Yudaisme” dalam Mochtar Pabottingi (peny), Islam antara Visi, Tradisi, dan Hegemoni Bukan Muslim, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1986, hal. 178
9 Ibid
10 Ibid
11 Hamid Basyaib, Op Cit, hal. 348
12 Akbar S. Ahmed, Op.cit, hal. 88
13 John L. Esposito, Op.cit., hal. 48
14 Ibid, hal. 50
15 Ibid, hal. 50-51
16 Baca, Kompas, 17 September 2002
17 Baca, Deklarasi Perang Usamah Bin Ladin, Jakarta: Ababil Press, 2001, hal. 58
18 Baca, Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, New York: Cambridge University Press, 1988, hal. 132.

hoho

rebby..
masa kemaren gw mimpi lo..
n kita maen bareng lo..
hhee.

SMA masa apakah ini


aduuu..

aku lelahh..

kenapa selalu begini.. aku ingin lebih baikk..

membenahi diri..

tapi sekarang aku berjalan seolah -olah tak memiliki tujuan yang pasti dan ini yang membuatku ragu..
seandainya aku bisa beristirahat seperti ini..
merasakan hangat matahari tanpa harus berpikir apa pun..
tanpa harus di pusingkan oleh berbagai masalah ..
dan semua itu harus mengejar target..
aku berharap masih memiliki rangking..
walaupun tidak aku tahu ,
dan tuntas smua pelajaran..
ipa ipa ipa ..
kepalaku rasanya mau tumpah semua isinya..
kalau saja, aku punya kesempatan lagi..i hope so..
but, its not late..
still change,,,
so i still don't give up...
ya 4jji
smoga aku bisa mencapai cita" dan target untuk semester ini..